Mitra BOS, Bulan Ramadhan akan datang sebentar lagi. Bagi para Muslimah, bulan Sya'ban adalah bulan peringatan.Bulan terakhir untuk membayar utang puasa Ramadhan tahun lalu karena uzur syar'i.
Sebagian besar Muslimah mungkin memiliki utang puasa Ramadhan karena haid, sebagian lain mungkin karena hamil, melahirkan atau menyusui. Mungkin pula mereka utang puasa karena sakit, sebagian mungkin karena mengadakan perjalanan.Jika utang puasa Ramadhan tahun lalu tak jua dibayar hingga akhir Sya'ban tiba lalu bagaimana hukumnya?
Menurut Syekh Abdul Azis bin Baz, seseorang yang belum men-qadha puasa Ramadhan sampai datangnya Ramadhan tahun berikutnya maka ia berdosa. Kaidah ini berlaku jika ia tidak mengganti puasanya padahal tidak ada alasan syar'i.
Jika utangnya tak dibayar lalu bertemu Ramadhan berikutnya ia wajib bertobat dan memperbanyak istighfar. Meski begitu, kewajibannya untuk mengganti puasa Ramadhan tidak gugur. Ia tetap dibebankan mengganti puasa Ramadhan sebanyak puasa yang ia tinggalkan.
Syekh Abdul Azis menambahkan, selain mengganti puasa, mereka yang belum meng-qadha sampai Ramadhan berikutnya juga wajib memberi makan orang fakir. Jumlah makanan yang dibayarkan sebanyak setengah sha atau 1,5 kilogram makanan pokok. Jumlah orang miskin yang diberi makan sebanyak jumlah puasa yang ia tinggalkan. Kewajiban membayar puasa dan memberi makan orang miskin tidak terlepas hanya karena Muslimah tersebut tidak tahu.
Hal ini berdasar dari hadis Aisyah RA, "Kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qadha shalat." (HR Bukhari dan Muslim).
Jika termasuk golongan fakir miskin, ia berkewajiban memberi makan orang fakir miskin otomatis gugur. Ia hanya dibebankan membayar puasa sejumlah hari yang ia tinggalkan. Syekh Abdul Azis bin Baz beralasan kewajiban memberi makan orang miskin hanya dibebankan kepada mereka yang mampu. Allah SWT berfirman, "Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian." (QS at-Taghabun [64]: 16)
Pendapat ini juga senada dengan penjelasan Syekh Saleh al-Fauzan dalam Al Mulakhakhasul Fiqhi. Menurut dia, jika seseorang tidak membayar utang puasa sampai Ramadhan berikutnya, hukumnya ditentukan berdasar dua alasan. Pertama, jika tak bisa membayar puasa sampai Ramadhan berikutnya karena uzur syar'i, ia tak menanggung apa-apa selain qadha puasa.
Tetapi, jika telat mengganti puasa tanpa ada uzur syar'i, selain qadha puasa ia juga mendapat kafarat. Kafaratnya berupa memberi makan orang miskin di setiap hari yang wajib ia qadha. Jumlahnya 1.024 gram bahan makanan pokok di negeri masing-masing.
Syekh Saleh al-Fauzan menyarankan, jika sudah datang waktu Sya'ban, para Muslimah harus bersegera mengganti utang puasanya Ramadhan lalu. Ada baiknya membayar puasa dengan puasa berturut-turut. Sebabnya, meng-qadha adalah mengikuti apa yang dilakukan ketika tidak di-qadha. Berpuasa berturut-turut di bulan Sya'ban juga dianjurkan karena waktunya semakin mepet.
Meski begitu, jika waktunya masih luas tak mengapa membayar puasa secara terpisah dan tidak berturut- turut. Intinya jangan sampai waktu membayar dipilih akhir Sya'ban dan sampai bertemu Ramadhan berikutnya. Aisyah pernah berkata, "Ketika Rasulullah SAW masih hidup, saya pernah memiliki utang puasa Ramadhan dan saya tidak meng-qadhanya kecuali di bulan Sya'ban karena posisi Rasulullah."
Sementara itu, Syekh Muhammad al-Utsaimin berpendapat orang yang masih memiliki utang puasa, tapi sudah masuk Ramadhan berikutnya ia hanya wajib meng-qadha. Meski membayar puasa orang tersebut tetap berdosa karena lalai tanpa ada uzur.
Soal memberi makan orang miskin, Syekh Muhammad al-Utsaimin dasar tersebut berasal dari hadis marfu yang statusnya sangat lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Orang yang belum membayar utang puasa hanya wajib meng-qadha. Allahua'lam.
Sumber : Pusat Data Republika /REPUBLIKA.CO.ID
0 komentar:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.